Proses keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu metode identifikasi
masalah dan pemecahan masalah yang menggambarkan apa yang sebenannya dilakukan
perawat. Model lima-langkah yang
diterima sebagai proses keperawatan adalah : pengkajian, diagnosa, perencanaan
implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pada
dasarnya, tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif
dari klien.Adapun data yang terkumpul mencakup informasi klien, keluarga,
masyarakat, lingkungan, atau budaya. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama
pengkajian adalah sebagai berikut :
a. Memahami
secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara
memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosiokultural, dan spiritual
yang bisa mempengaruhi status kesehatannya.
b. Mengumpulkan
semua infomasi yang bersangkutan dengan masa lalu dan saat ini, bahkan sesuatu
yang berpotensi menjadi masalah bagi klien, guna membuat suatu basis data yang
lengkap. Data yang terkumpul berasal dari perawat dan klien selama berinteraksi
serta sumber yang lain.
c. Memahami
bahwa klien adalah sumber informasi primer.
d. Sumber
informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting, dan
catatan kesehatan klien.
(Deswani,
2009)
Adapun
metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :
a. Melakukan
wawancara
b. Riwayat
kesehatan/keperawatan
c. Pemeriksaan
fisik
d. Mengumpulkan
data penunjang hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan diagnostik, serta
catatan kesehatan (rekam
medik)
(Deswani, 2009).
Menurut Doenges (2012),
pengkajian pada kasus TB paru adalah sebagai berikut
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan
umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari
atau demam malam hari, menggigil dan/berkeringat, mimpi buruk.
Tanda : Takikardia,
takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut).
b.
Integritas ego
Gejala : Adanya/faktor
stres lama, masalah keuangan, rumah, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Tanda : Menyangkal
(khususnya selama tahap dini), ansietas,
ketakutan, mudah terangsang.
c.
Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan
nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan.
Tanda : Turgor
kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak subkutan.
d.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri
dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : Berhati-hati
pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
e.
Pernapasan
Gejala : Batuk
produktif atau tak produktif, napas pendek, riwayat tuberkulosis/terpajan pada
individu terinfeksi.
Tanda : Peningkatan
frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural),
perkusi pekak dan penurunan vermitus (cairan atau penebalan pleural), bunyi
napas : menurun/tak ada, krekels tercatat di atas apeks paru selama inspirasi
cepat setelah batuk pendek (krekels posttussic), karakteristik sputum:
hijau/purulent, mukoid/kuning, atau bercak darah, deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
f.
Keamanan
Gejala : Adanya
kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker, tes HIV postif.
Tanda : Demam
rendah atau sakit panas akut.
g.
Interaksi sosial
Gejala : Perasaan
asolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab
atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
h.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala
: Riwayat keluarga TB, ketidak mampuan umum/status kesehatan buruk,
gagal untuk membaik/kambuhnya TB, tidak berpartisipasi dalam terapi.
Rencana pemulangan : memerlukan
bantuan dalam terapi obat dan perawatan
diri serta pemeliharaan/perawatan rumah.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data
subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk
menegakan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir
kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medis, dan
pemberi pelayanan kesehatan yang lain (Deswani, 2009).
Diagnosa
keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan
spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi
(Doenges, 2012).
Diagnosa
keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan
potensial. Yang dimaksud dengan actual adalah masalah yang didapatkan pada saat
dilakukan pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah kemungkinan yang akan
timbul kemudian (NANDA, 2012).
Peraturan
dalam menulis diagnosa keperawatan (Rusmiati, 2010) adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa
aktual
Komponen diagnosa aktual terdiri
dari tiga bagian yaitu:
PES (Problem + Etiologi + Tanda dan gejala) atau PRS (Problem + faktor yang berhubungan + tanda dan gejala)
Contoh
:
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi yang kurang berhubungan dengan intake yang tidak adekuat yang ditandai
dengan klien mengatakan tidak
nafsu makan, porsi yang disiapkan tidak habis.
b. Diagnosa
resiko
Komponen
diagnosa resiko terdiri dari dua bagian yaitu:
PE
(Problem + Etiologi) atau PR
(Problem + Faktor yang berhubungan)
c. Diagnosa
kemungkinan
Komponen
diagnosa kemungkinan terdiri dari dua bagian yaitu :
PE
(Problem + Etiologi)
Contoh
:
Kemungkinan
konstipasi b/d bed rest.
d. Diagnosa
sindrom
Komponen
diagnosa sindrom terdiri dari satu bagian yaitu :
P
(problem)
Contoh
:
Kurang
perawatan diri : makan.
e. Diagnosa
sejahtera
Komponen
diagnosa sindrom terdiri dari satu atau dua bagian yaitu :
P
(probelm) atau PE (Problem + Etiologi)
Contoh
:
Potensial
terhadap peningkatan peran menjadi orang tua.
Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tuberculosis yaitu :
a. Infeksi,
resiko, (penyebaran/aktivitas ulang) berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat,
penurunan kerja silia/statis sekret.
b. Bersihan
jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan, upaya batuk buruk.
c. Kerusakan
pertukaran gas, resiko tinggi berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis,
kerusakan membrane alveolar-kapiler.
d. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering
batuk/produksi sputum; dispnea.
e. Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar)
mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan.
3. Rencana Keperawatan
Intervensi
keperawatan adalah panduan untik perilaku spesifik yang diharapkan dari klien
atau tindakan yang harus dilakukan perawat.Intervensi dilakukan untuk membantu
klien mencapai hasil yang diharapkan (Deswani, 2009).
Dalam
intervensi terdapat kriteria hasil. Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang
digunakan dalam membuat kriteria hasil :
a. Berorientasi
pada klien
b. Mempunyai
makna tunggal
Setiap
pernyataan kriteria hasil harus bersifat spesifik dan hanya memiliki satu
makna.
c. Dapat
diukur
d. Mempunyai
batasan waktu
e. Saling
menguntungkan
f. Realistis
dan dapat dicapai
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk
perilaku spesifik yang diharapkan dari klien dan/atau tindakan yang harus
dilakukan oleh perawat.Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu
klien dalam mencapai hasil klien yang diharapkan dan tujuan pemulangan (Doenges,
2012).
a. Infeksi,
resiko, (penyebaran/aktivitas ulang) berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat, penurunan kerja silia/statis sekret.
Tujuan
:
·
Mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
·
Menunjukan teknik/melakukan perubahan
pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi
1) Kaji
patologi penyakit (aktif/fase tak aktif; diseminasi infeksi melalui bronkus
untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah/sistem limfatik) dan
potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin,
meludah, bicara, tertawa, menyanyi.
Rasional : membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program
pengobatan untuk mencagah pengaktifan berulang/komplikasi. Pemahaman bagaiman
penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan transmisi membantu pasien/orang
terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.
2) Identifikasi
orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib/teman.
Rasional : orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.
3) Anjurkan
pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah.
Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong
untuk mengulangi demonstrasi.
Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyabaran infeksi.
4) Awasi
suhu sesuai indikasi
Rasional
: reaksi demam indikator adanya
infeksi lanjut.
5) Tekankan
pentingnya untuk tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah
kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas sedang, resiko
penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
b. Bersihan
jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan, upaya
batuk buruk.
Tujuan
:
·
Mempertahankan jalan napas pasien
·
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi
:
1) Kaji
fungsi pernapsan, bunti napas, kecepatan, irama dan kedalama dan penggunaan
otot aksesor.
Rasional
: penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelataksis,
ronki, mengi menunjukan akumulasi
sekret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan
penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan.
2) Catat
kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif; catat karakter, jumlah
sputum, adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran sulit bila sekret tebal. Sputum berdarah kental atau
darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkhial dan dapat
memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
3) Berikan
pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan
napas dalam.
Rasional : posisi membantu memaksimalkan ekspansi pauru dan menurunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal membuka area ateletaksis dan meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.
4) Pertahankan
masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra indikasi.
Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret,
membuatnya mudah dikeluarkan.
5) Kolaborasi
: berikan obat-obatan sesuai indikasi.
Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan.
c. Kerusakan
pertukaran gas, resiko tinggi berhubungan dengan penurunan permukaan efektif
paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler.
Tujuan
:
·
Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea.
·
Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi
:
1) Kaji
dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi napas, peningkatan upaya
pernapsan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil
bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis, effusi pleura, dan
fibrosis luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai
distress pernapasan.
2) Evaluasi
perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan/atau perubahan pada warna
kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
Rasional : akumulasi sekret/pengaruh jalan napas
dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan.
3) Tunjukan/dorong
bernapas bibir selama ekshalasi, khusunya
untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim paru.
Rasional
: membuat tahan melawan udara luar, untuk
mencegah kolaps/penyempitan jalan napas, sehingga
membantu menyebarkan udara melalui
paru dan menghilangkan/menurunkan napas pendek.
4) Tingkatkan
tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai dengan
keperluan.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan
selama periode penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.
5) Kolaborasi
: awasi seri GDA/nadi oksimetri.
Rasional : penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan/atau saturasi atau
peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi/perubahan
program terapi.
d. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering
batuk/produksi sputum; dispnea.
Tujuan :
·
Menunjukan berat badan meningkat
mencapai tujuan.
·
Melakukan perubahan pola hidup untuk
meningktkan berat badan yang tepat.
Intervensi
1)
Catat status nutrisi pasien pada
penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat badan,
intgritas mukosa oral, kempuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus,
riwayat mual/muntah atau diare.
Rasional : berguna dalam menginditifikasi derajat/luasnya
masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
2) Pastikan
pola diet biasa pasien, yang disukai/tidak disukai.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi
kebutuhan/kekuatan khusus. Pertimbangan kinginan individu dapat memperbaiki
masukan diet.
3) Awasi
masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Rasional : berguna dalam mengukur keeektifan nutrisi dan
dukungan cairan.
4) Dorong
dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : membantu menghemat energi khususnya bila
kebutuhan metabolik meningkat saat demam.
5) Dorong
orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pasien
kecuali kontraindikasi.
Rasional : membantu lingkungan sosial lebuh normal selama
makan dan membantu memenuhi kebutuhan personal dan kultural.
6) Kolaborasi
: rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : memberikan bantuan dalam perencanaan diet
dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
e. Kurang
pengetahuan (kebutuhan
belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan.
Tujuan
:
·
Menyatakan pemahaman proses
penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Intervensi
1) Kaji
kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah, kelemahan,
tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien dapat belajar.
Rasional : belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkat pada
tahapan individu.
2) Idetifikasi
gejala yang harus dilaporkan ke perawat.
Rasional : dapat menunjukan kemampuan atau pengaktifan ulang penyakit atau
efek obat yanag memerlukan evaluasi lanjut.
3) Berikan
instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh jadwal
obat.
Rasional : informasi tertulis menurunkan hambatan pasien utnuk mengingat
sejumlah besar informasi. Pengulangan menguatkan belajar.
4) Jelaskan
dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan pengobatan
lama. Kaji potensial interaksi dengan obat/substansi lain.
Rasional
: meningkatkan kerjasama dalam program
pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.
4. Implementasi
Implementasi
adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam
bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Asmadi, 2008).
5. Evaluasi
Evaluasi
berfokus pada klien, baik itu individu ataupun kelompok. Proses evaluasi
memerlukan beberapa ketrampilan, antara lain : kemapuan menetapkan rencana
asuhan keperawatan, pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon
klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan tentang,
konsep keperawatan (Deswani, 2011).
Adapun
tujuan melakukan pencatatan hasil evaluasi adalah sebagai berikut:
a. Menilai
pencapaian kriteria hasil dan tujuan.
b. Mengidentifikasi
variabel-variabel yang mempengaruhi pencapaian tujuan.
c. Membuat
keputusan apakah rencana asuhan keperawatan diteruskan atau dihentikan.
d. Melanjutkan,
memodifikasi, atau mengakhiri rencana.
Evaluasi
dibagi menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut :
a. Evaluasi
formatif
Evaluasi ini menggambarkan hasil
observasi dan analisis perawat terhadap respon klien segera setelah
tindakan.Biasanya digunakan dalam catatan keperawatan.
b. Evaluasi
sumatif
Menggambarkan
rekapitulasi dari observasi dan analisis status kesehatan klien dalam satu
periode.Evaluasi sumatif menjelaskan perkembangan kondisi dengan menilai apakah
hasil yang diharapkan telah dicapai.
Berikut
ini tipe-tipe evaluasi yang dilakukan dalam suatu proses keperawatan:
a. Evalusi
tujuan
Fokus
pada hasil, tujuan keperawatan (mana tujuan yang tercapai), dan tingkat
kepuasan klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
b. Evaluasi
proses
Fokus
pada bagaimana proses asuhan keperawatan diberikan. Apakah pengkajian dengan
baik, apakah intervensi dilakukan secara konsisten, dan apakah tujuan telah
dicapai.
c. Evaluasi
struktur
Fokus pada persiapan lingkungan
dimana asuhan keperawatan diberikan (peralatan, lingkungan, pola staf, dan
komunikasi).
Evaluasi
pada pasien Tuberculosis Paru adalah
a. Mempertahankan
jaan napas pasien
b. Mengeluarkan
secret tanpa bantuan
c. Menunjukan
perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas
d. Melaporkan
tidak adanya/penurunan dispnea
e. Bebas
dari gejala distress pernapasan
f. Menunjukan
berat badan meningkat
g. Memperbaiki
pola hidup
h. Menyatakan
pemahaman proses penyakit
i.
Melakukan perubahan untuk menurunkan
resiko pengaktifan ulang TB
Metode-metode
penulisan hasil evaluasi sebagai berikut :
a. SOAP
S= subjektif:
bagian meliputi data subjektif atau informasi yang diperoleh dari klien,
seperti klien mengurakan gejala sakit atau menyatakan keinginannya untuk
mengetahui tentang pengobatan. Ada tidaknya data subjektif dalam catatan
perkembangan sangat bergantung pada keakutan penyakit atau sifat masalah.
O= objektif: data objektif terdiri atas informasi
yang dapat diamati atau diukur. Misalnya, hasil pemeriksaan fisik, hasil
laboratorium, observasi, atau hasil pemeriksaan radiologi.
A= assessment:
tenaga kesehatan yang menulis catatan SOAP menggunakan data subjekif dan
objektif serta merumuskan kesimpulan. Pengkajian merupakan penafsiran tentang
kondisi klien dan tingkat perkembangan.
P= planning:
perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan. Rencana dapat meliputi instuksi khusus untuk mengatasi masalah
klien, pengumpulan data tambahan tentang masalah klien, pendidikan bagi individu
atau keluarga, dan tujuan asuhan. Rencana yang terdapat dalam catatan SOAP
dibandingkan dengan rencana yang ada pada catatan terdahulu, kemudian dibuat
revisi, memodifikasi, atau meneruskan usulan tindakan yang lalu
b. Metode
SOAPIE (subjektif, objektif, assessment,
planning, implementasi, evaluasi) merupakan perluasan metode SOAP dengan
implementasi dan evaluasi. Pada hakikatnya, SOAP sering digunakan untuk
pengkajian dan perencanaan awal, sedangkan SOAPIE dipakai apabila rencana yang
sudah dikembangkan menuju kearah implementasi dan evaluasi (Zaidin, 2010).
c. SOAPIER
S=
subjektif : pernyataan atau keluhan pasien yang relevan.
O= objektif : data yang di observasi yang relevan dengan diagnosa keperawatan
yang dievaluasi lalu bandingkan dengan kriteria hasil yang diharapkan.
A=
analisis : kesimpulan berdasarkan data objektif dan atau subjektif.
P=
planning : apa yang dilakukan
tarhadap masalah.
I=
implementation : bagaimana dilakukan.
E=
evaluation : respon pasien terhadap
tindakan keperawatan.
R=
revised: apakah rencana keperawatan
akan diubah.
d. DAR
dikembangkan dari sistem pencatatan data focus. Sistem termasuk rawat jalan
dimana kontak perawat dengan klien sangat dibatasi waktu. Pencatatan
keperawatan yang berorientasi pada proses (proses
oriented system) atau FOCUS. Pencatatan focus adalah suatu proses-orientasi
dan klien-fokus (Dinarti, 2009).
D(data)= berisi
tentang data subjekif dan objektif yang mendukung dokumentasi focus.
A(action)= merupakan tindakan keperawatan yang segera atau
yang akan dilakukan berdasarkan pengkajian/evaluasi keadaan klien.
R(response)= menyediakan keadaan respon klien terhadap
tindakan medis atau keperawatan.
6. Dokumentasi
Dokumentasi
adalah sesuatu yang ditulis atau dicetak, kemudian diandalkan sebagai catatan
bukti bagi orang yang berwenang, dan merupakan bagian dari praktik
professional. Fungsi dari dokumentasi adalah sebagai berikut :
a. Penunjang
pelaksanaan mutu asuhan keperawatan.
b. Sebagai
bukti akuntabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang perawat
kepada pasiennya.
c. Bukti
secara professional, legal, dan dapat dipertanggung jawabkan.
(Deswani,
2009)
Ardiansyah M. 2012. Medical Bedah (untuk mahasiswa), Jogjakarta :DIVA Press
Arief M. 1999. Kapita
Selekta KedokteranEd.Ketiga Jilid 1. Jakarta : FKUI
Astuti. 2010. Asuhan
Keperawatan Anak Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Trans info
media
Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Deswani. 2011. Proses
Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta : Salemba Medika.
Dinarti dkk. (2009). Dokumentasi
Keperawatan, Jakarta : Trans info media.
DinKes provinsi. 2012 .profil kesehatan provinsi
Sul-Teng.
Doengoes. 2012. Rencana
Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Nanda. 2012. Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC
Nettina. 2002.
Pedoman praktik keperawatan.Jakarta
: EGC
Price. 2012.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.
Raharjo. 2008. Pedoman
Nasional Tuberculosis Anak. Jakarta : EGC
Rusmiati dkk. 2010. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media.
Tambayong. 2000.
Patofifiologi Untuk Keperawatan. Jakarta
: EGC
Tabrani Rab. 2010. Ilmu
Penyakit Paru. Jakarta : Trans Info Media
Zaidin Ali. 2010. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar